28/05/12

Rembulan Tenggelam Di Wajahmu (Resensi Buku)

Kalo resensi buku biasanya buku-buku baru ya, tapi biarpun buku ini sudah gak baru lagi yakin deh masih banyak yang belum baca. Di toko-toko buku dan Book Fair masih mejeng di depan kok buku ini dan masih Best Seller (dah cetakan keberapa ya sekarang?). Suka banget dengan buku-buku karya Tere-Liye, membaca berulang-ulang bagian-bagian tertentu buku-bukunya bisa memberikan kesenangan tersendiri. Bahasanya, kalimatnya, pilihan katanya sangat cantik dan syarat makna. Dari beberapa koleksi Tere-Liye ku, Rembulan Tenggelam Di Wajahmu paling mengesankan dan berbekas. So, dapat kehormatan pertama untuk di resensi pertama di blogku.
Rembulan Tenggelam Di Wajahmu
Karya: Tere-Liye
Resensi Bebas by Andayati

Ada 5 pertanyaan tokoh utama dalam buku ini:
Apakah aku tidak memiliki kesempatan untuk memilih saat akan dilahirkan?
Apakah hidup ini adil?
Kenapa langit tega mengambil milikku satu-satunya?
Kenapa aku merasa hampa, padahal aku telah memiliki segalanya?
Kenapa takdir sakit mengungkungku, dan aku tidak langsung mati saja?

Satu atau lebih pertanyaan di atas mungkin pernah melintas dikepala kita pada saat sebuah episode hidup yang membuat kita merasa diperlakukan tidak adil oleh Sang Pemberi Hidup sedang menimpa kita.
Buku ini membantu kita menjawab gugatan-gugatan kita pada hidup yang kadang sungguh keterlaluan membuat kita kecewa dan kecewa. Bahwa adil itu murni urusan Allah, bahwa manusia tak cukup punya akal untuk memahami keadilan milik-Nya. Maka tak pantas lagi kita menggugat “Engkau tidak adil pada hidupku ya Allah”. Apalagi kita bertanya sambil mengajarinya “Ya Allah mengapa orang yang jauh lebih jahat daripadaku menjalani hidupnya dengan sempurna”.

Buku ini pada bagian lain mengajarkan bagaimana mengatasi kehilangan menyakitkan. Kehilangan yang seharusnya sedemikian sederhananya, namun menjadi begitu rumit. Ketika kehilangan diikuti rasa bersalah yang terus meneror, ketika kehilangan diikuti rasa sesal yang tak kunjung usai, ketika kehilangan diikuti rasa rindu yang tak akan berbalas kecuali ajal menjemput. Ketika kita dipaksa berdamai dengan kehilangan supaya hidup tetap berjalan harmoni.

Dibagian akhir buku ini kita dipahamkan bahwa hidup ini adalah sebab akibat, kita menjadi sebuah sebab bagi kehidupan orang lain, orang lain menjadi sebab bagi kehidupan kita. Sebab akibat ini menuntun kita bahwa sekecil apapun kesalahan bahkan yang tidak sengaja sekalipun akan berbalas entah dalam bentuk apa.

Kata-kata indah yang menyusup pada kejadian2 yang suram bertebaran diseluruh buku ini, memberi cara lain untuk menasehati hati yang mungkin sedang sakit.

Bagian favorit dari buku ini:
            “Apapun bentuk kehilangan itu, ketahuilah, cara terbaik untuk memahaminya adalah selalu dari sisi yang pergi. Bukan dari sisi yang ditinggalkan…Dalam kasusmu, penjelasan ini akan teramat rumit kalau kau memaksakan diri memahaminya dari sisi kau sendiri…… Karena kalau kau memaksakan diri memahaminya dari sisimu, maka kau akan mengutuk Tuhan….”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar